Welcome Myspace Comments

Dilemma Umat Beragama

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara yang menjunjug tinggi nilai kerukunan antarumat beragama. Hal itu tertuang dalam ideologi negara Indonesia, yaitu Pancasila. Terlebih, terdapat dalam sila pertama, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehingga terjalin kehidupan yang rukun antarpemeluk agama yang berbeda. Sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) ditempatkan pada urutan yang paling atas karena bangsa Indonesia meyakini segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya.(1) Sehingga sila pertamalah yang akan menjadi panutan, dan mempunyai arti yang menyeluruh. Sila pertama bersifat universal yang mempunyai jangkauan paling luas dan menjadi dasar bagi sila-sila yang lain, sedangkan sila-sila yang lain merupakan pengkhususan yang sempit.(2) Inilah bukti bahwa Indonesia sangat mengutamakan kerukunan hidup antarumat beragama.
Indonesia biasanya digunakan sebagai contoh negara yang mempunyai banyak macam agama, tetapi terjalin kerukunan antarumat beragama. Negara-negara yang dilanda kerusuhan agama, ada baiknya berpikir utuk mengambil sistem Pacasila kita.(3)Dengan mengambil system Pancasila kita, harapannya akan tercipta kerukunan hihup beragama di Negara lain, sehingga tercipta kedamaian dunia.
Di balik kerukunan hidup beragama, kita sebagai umat beragama biasa (bukan ahli agama dan filsafat) dihadapkan suatu dilemma yang sangat membingungkan, yaitu adanya dua kemungkinan yang harus dipilih. Akan tetapi, dua kemungkinan tersebut berakibat buruk bila dilakukan. Dan orang yang berada dalam situasi tersebut harus menentukan pilihan untuk mengambil sikap karena, hanya itulah pilihannya.
Dengan adanya latar belakang tersebut, penulis akan memaparkan dilemma yang dihadapi umat beragama. Penulis juga akan mencoba memberikan solusi/pemecahan masalah tersebut.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan beerapa masalah, yaitu:
a. Dilemma apa yang dihadapi umat beragama?
b. Apa solusi yag dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?

B. PEMBAHASAN

1. Dilemma yang Dihadapi Umat Beragama
Sebagian besar Warga Negara Indonesia mempunyai/menganut agama. Hampir tidak ada orang yang tidak mengakui adanya Tuhan. Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia.(4) Hal ini dikarenakan adanya nilai dalam Pencasila yang mengatur orang untuk beragama. Dengan adanya agama, manusia akn hidup lebih teratur dan terikat untuk melakukan kebaikan dan menghindari sifat-sifat buruk.
Sebagai warga negara Indonesia, yaitu negara yang menpunyai banyak agama di dalamnya, kita sebagai umat beragama harusnya menjalin hubungan baik dengan agama lain. Kita menghargainya dan tidak mengganggu peribadatan agama lain. Jika kita menghargai/menghormati agama lain dalam peribadatannya, maka peribadatan kita pun tidak akan diganggu oleh pemeluk agama lain, karena pada dasarnya setiap agama cinta pada kerukunan dan perdamaian.
Kita sebagai orang awam, tentunya kurang mengetahui ilmu agama secara detail dan mendalam. Apalagi ilmu filsafat keagamaan. Adanya kekurangan kita tersebut, akan membawa pada sebuah dilemma yang harus dipilih. Pepatah mengatakan “Bagai makan buah simanakama”. Ibarat sebuah makanan, jika makanan itu kita makan, ibu mati. Sedangkan jika tidak kita makan, ayah lah yang mati. Jika dihadapkan masalah tersebut, tentunya kita binggung untuk memilihnya. Begitu juga yang dialami oleh orang beragama biasa.mereka dihadapkan dua pilihan yang menjatuhkan.
Memang banyak umat beragama yang merasa dingin-dingin saja dalam menghadapi masalah agama, tapi di lain pihak, banyak juga yang sungguh-sungguh serius dalam menghayati agama, sehingga mereka yakin bahwa agama merekalah satu-satunya agama yang benar. Hanya agamanya lah yang akan membahagiakan umat. Hanya agamanya lah yang akan membawa kenyamanan dan kerukunan. Hanya agamanya lah yang dikehendaki Tuhan.
Dilemma yag mereka hadapi adalah, di satu pihak jika mereka sungguh-sungguh yakin pada agama, dan mereka hidup sepenuhnya menurut keyakinan itu, maka mereka harus menganggap bahwa orang yang menganut agama selain agamanya adalah orang-orang yang salah, orang-orang yang sesat, bahkan akan membawa ketidaknyamanan di masyarakat. Mereka akan menjadi bibit munculnya perselisihan. Akan tetapi, jika kita pandang dalam kerukunan hidup antarumat beragama, orang yang berpaham seperti itulah yang akan menjadi sumber permusuhan dan perselisihan dalam masyarakat. Orang yang tidak menjaga kerukunan hidup atarumat beragama, mereka melawan hukum paling tinggi dalam agama sendiri, yaitu hukum toleransi dan cinta kasih.(5) Seseorang yang melanggar hukum tertinggi, tentunya akan mendapat balasan/hukum yang berat, bahkan pada konteks ini, mereka melanggar dengan apa yang inin mereka ciptakan.
Dari lain pihak, jika mereka mau hidup dalam kerukunan dan persahabatan dengan orang-orang beragama lain, maka itu artinya mereka melakukan suatu relatifisme dan menganggap benar agama lain. Sehingga, dapat diartikan bahwa mereka menganggap semua agama adalah benar dan sama saja. Dengan demikian, mereka melanggar keyakinan hati mereka sendiri, mereka telah melanggar kesetiaannya pada agama yang mereka yakini. Hal inilah yang menjadi dilemma dan mengganggu ketenangan hidup orang beragama biasa.

2. Solusi Pemecahan Masalah
Suatu permasalahan tentu ada solusi/pemecahan masalahnya. Pemecahan masalah tersebut tidak berarti bahwa umat biasa tersebut mencari jalan tengah dengan persentase intoleransi 50% dan relativisme 50%. Akan tetapi, perlu dibedakan nilai-nilai hidup manusia pada jenjang tertentu. Jenjang pada diri manusia dibedakan menjadi empat bidang besar, yaitu: bidang fisio-kimis, bidang biotis, bidang psikologis (dengan mekanisme jiwa, misal naluri dan emosi spontan), dan bidang human.(6) Bidang human menyangkut masalah nilai religius (agama yang dianut seseorang), sedangkan nilai religius adalah nilai paling tinggi yang menentukan semua bidang lainnya. Nilai religius merupakan nilai Ketuhanan, kerohanian yang tinggi dan mutlak.(7) Dengan demikian, bagaimanapun juga kita harus tunduk dan patuh dengan nilai-nilai dalam agama.



Upaya yang dapat kita lakukan adalah:
a. Penghayatan Agama yang Benar
Penghayatan agama yang benar mendorong manusia untuk memuliakan hidup di dunia, dengan mengusahakannya menjadi lebih hormat kepada kehidupannya, lebih adil dan merdeka, serta lebih sejahtera.(8) Seseorang yang mengetahui dan menghayati agama dengan benar beranggapan bahwa dunia adalah ladang untuk pengabdiannya kepada Tuhan dan akan mendapat balasanNya di akhirat. Sehingga, ia akan senantiasa merasa senang hidup di dunia, karena sesuatu sudah di atur oleh Tuhan. Semua yang terjadi padanya semata-mata hanyalah takdir Tuhan, dan takdir Tuhan tersebut tidak akan berubah, tanpa mereka ubah sendiri.
Beribadah dan berdoa pada umumnya tidak harus dilakukan bersama. Doa bersama secara agak umum pada waktu tertentu dapat dilakukan, tetapi tidak harus menjadi suatu kebiasaan. Dalam hal ini, orang biasa bisa tetap berpegang teguh pada keyakinannya bahwa orang beragama selain agamanya adalah keliru. Ia dapat berharap bahwa agamanya sendiri akan semakin menarik untuk orang lain. Di sisi lain, ia tetap menghargai keyakinan pemeluk agama lain, mengagumi keseriusannya dan tidak mengganggu serta memaksakan agamanya pada orang lain. Orang beragama lain juga bisa hadir dalam peribadatan dan doa orang lain, tetapi juga bukan merupakan suatu kebiasaan. Dengan demikian orang biasa dapat memperoleh inspirasi dari peribadatan agama lain, bahkan hal ini dapat meningkatkan keimanan dan keyakinannya pada agamanya sendiri. Ia akan merasa mantab dan yakin bahwa agamanya lah yang benar, tanpa harus terus terang menyalahkan agama lain.
Selain itu, dapat juga dilakukan dialog agama. Dalam dialog tersebut, para pemuka agama akan bertukar pikiran dan pendapat dengan pemuka agama lain. Akan tetapi, dialog agama itu juga harus dilakukan dengan kekeluargaan. Misalnya dengan pembuatan kontrak kerja/peraturan yang mengatur jalannya acara dialog agama.tanpa adanya peraturan yang jelas, dapat mengakibatkan perselisihan antaragama.
b. Kerjasama dalam Bidang Non Agama
Kerjasama oleh orang-orang biasa harus dilakukan selain bidang agama, yaitu kerjasama dalam bidang hunan misalnya seni, pendidikan, bidang sosial, politik, ekonomi, psikologi, dan teknologi. Sebagai contoh kerjasama dalam bidang sosial adalah untuk membangun sebuah rumah, atau memperbaiki jalan. Umat berbeda agama bekerjasama untuk menegakkan prinsip-prinsip etis dan hak-hak asasi, sehingga masyarakat bersuasana human dan membahagiakan.(9) Kerjasama dalam bidang non agama ini dapat meningkatkan keakraban dan kekeluargaan dengan pemeluk agama lain, sehingga tercipta kerukuna hidup antarumat beragama.

C. KESIMPULAN
Umat biasa (tidak ahli dalam bidang agama atau filsafat) yang menghayati agama dengan sungguh-sungguh akan dihadapkan oleh sebuah dilemma yang sangat membingungkan. Di satu pihak, jika mereka sungguh-sungguh yakin pada agama, dan mereka hidup sepenuhnya menurut keyakinan itu, maka mereka harus menganggap bahwa orang yang menganut agama selain agamanya adalah orang-orang yang salah.
Dari lain pihak, jika mereka mau hidup dalam kerukunan dan persahabatan dengan orang-orang beragama lain, itu artinya mereka melakukan suatu relatifisme, menganggap benar agama lain.
Upaya yang dapat kita lakukan untuk mengatasi dilemma tersebut yaitu dengan penghayatan agama yang benar, dan kerjasama dengan agama lain dalam bidang non agama. Penghayatan agama yang benar akan mendorong seseorang untuk selalu merasa senang dan bangga dengan agamanya. Sedangkan agama lain adalah suatu pelajaran yang dapat dipetik untuk meningkatkan keyakinannya pada agamanya. Selain itu, adanya dialog agama juga dapat memantabkan keyakinan seseorang dalam beragama. Kerjasama dengan agama lain dalam bidang non agama misalnya dalam bidang seni, pendidikan, bidang sosial, politik, ekonomi, psikologi, dan teknologi. Dengan adanya kerjasama di bidang non agama, dapat meningkatkan dan kekeluargaan antarpemeluk agama yang berbeda.

(1) Rukiyati, dkk, Pendidikan Pancasila:”Buku Pegangan Kuliah”, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm. 29.
(2) Abdul Karim, Mengenal Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: Suryaraya, 2004), hlm. 18.
(3) Nurcholis Madjid, Hubungan Antarumat Beragama: “Antara Ajaran dan Kenyataan”, (Jakarta: INIS, 1990), hlm. 107.
(4) Rukiyati, dkk, op.cit, hlm. 66.
(5) Anton Bakker, Dilemma Umat Beragama, (Jakarta: INIS, 1990), hlm. 117.
(6) Anton Bakker, op.cit, hlm.118.
(7) Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma ReformasiI, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 47.
(8) Mahrus Ali dan Nurhuda, Pergulatan Membela yang Benar: “Biografi Matori Abdul Djalil, (Jakarta: Buku Kompas, 2008), hlm. 17.
(9) Anton Bakker, op.cit, hlm. 119.

2 komentar:

Aku Cinta Indonesia...

Thank You Myspace Comments