Welcome Myspace Comments

Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Ahlus sunnah wal jamaah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya serta beriman kepada hari akhir dan taqdir yang baik dan yang buruk.

وَ إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةً وَ سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً قَالُوا : مَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : مَنْ كَانَ على مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِي `

“Sesungguhnya Bani Israil berpecah-belah menjadi 72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok. Mereka (para shahabat) bertanya : Siapakah satu kelompok itu ya Rasulullah ? Beliau menjawab :“Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak sahabat sahabatku”. (HR. At Tirmidzi. No: 2643, Al Hakim dalam Al Mustadrak: 1/218 dan Al Lali-kai:1/99).

Yang dimaksud dalam hadits di atas tidak lain adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu mereka yang berjalan mengikuti jejak Nabi saw dan shahabat-shahabatnya, mereka yang mengikuti ajaran-ajaran Nabi saw dan shahabat-shahabatnya dalam memahami dan mengamalkan Islam, dengan kata lain mengikuti sunnah.

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki beberapa karakteristik/keistemawaan yang tidak dimiliki oleh aqidah lainnya. Hal ini tidaklah aneh karena aqidah tersebut bersumber kepada wahyu yang tidak didatangi kebathilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, sebagaimana firman Allah SWT : “(Al-Qur’an) yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (QS. 41: 42)

Adapun prinsip-prinsip utama yang membedakan antara Ahlus Sunnah wal Jamaah dan golongan lain adalah :

1.

Ikhlas dalam beribadah.

Pengertian ikhlas menurut arti bahasa yaitu membersihkan atau memurnikan sesuatu dari kotoran. Sedangkan menurut istilah syar’i, ikhlas adalah membersihkan dan memurnikan ibadah dari segala jenis kotoran syirik, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa orang dikatakan ikhlas dalam beribadah adalah yang bertauhid dan meninggalkan segala jenis syirik. Seseorang dikatakan bertauhid apabila meyakini dengan mantap tiga jenis tauhid dan meninggalkan dua jenis syirik.

Tiga macam tauhid itu adalah :

1.

Tauhid Rububiyyah, maksudnya kita harus yakin bahwa yang mencipta, yang memberi rezeki dan yang mengatur alam semesta hanya Allah Ta’ala tidak ada sekutu bagi-Nya.
2.

Tauhid Uluhiyyah, maksudnya yakin bahwa yang berhak disembah dan diberikan segala bentuk peribadatan hanyalah Allah Ta’ala tidak ada sekutu bagi-Nya.
3.

Tauhid Asma’ wa Sifat, maksudnya kita harus yakin bahwa Allah Ta’ala memiliki Nama dan Sifat yang Mulia dan tidak sama dengan makhluk-Nya. Kita harus meyakini seluruh Nama dan Sifat Allah yang ada di dalam Alquran dan Assunnah apa adanya.

Setelah meyakini ketiga jenis tauhid ini, maka wajib meninggalkan dua jenis syirik yang menjadi musuh bagi orang-orang yang bertauhid yaitu :

1.

Syirik Akbar, yaitu syirik yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Syirik jenis ini amat banyak jumlah dan macamnya, di antaranya adalah: meyakini ada yang mencipta dan yang mengatur alam ini selain Allah Ta’ala, meminta rejeki atau jodoh kepada orang yang telah mati atau kepada jin,dan masih banyak bentuk lainnya.
2.

Syirik Asyghar, yaitu syirik kecil yang tidak menyebabkan pelakunya dikeluarkan dari Islam. Namun dosanya lebih besar daripada dosa zina, dosa mencuri atau kemaksiatan lainnya. Di antara amalan yang termasuk jenis syirik ini adalah riya’ (ingin dilihat oleh orang ketika beribadah), sum’ah (ingin didengar ibadahnya oleh orang lain), bersumpah dengan nama selain Allah, memakai jimat dengan keyakinan bahwa kekuatannya bersumber dari Allah. Untuk yang satu ini bila diyakini bahwa sumber kekuatan itu dari jimatnya, maka sudah termasuk Syirik Akbar.

1.

Bersatu di atas Alquran dan Assunnah dengan pemahaman salaful ummah

Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki prinsip persatuan yang mantap dan akan terus diperjuangkan yaitu bersatu di atas Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman salaful ummah. Harus bersatu di atas Alquran dan Assunnah karena ini memang perintah dari Allah SWT dan Rasul-Nya.

Firman Alloh dalam surat Ali Imran ayat 103: “Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah seluruhnya dan jangan kalianberpecah belah …” Ibnu Mas’ud ra berkata: “Tali Allah artinya Kitabullah”. (Tafsir Ibnu Jarir dan lainnya)

Rasulullah SAW bersabda: “Aku tinggalkan sesuatu untuk kalian. Bila kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Imam Malik, Al-Hakim dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no: 186)

Akan tetapi, sekarang banyak kelompok yang mengklaim dirinya di atas Al Quran dan Assunnah, namun terjadi perbedaan prinsip dan cara pandang yang menyebabkan perpecahan. Hal ini terjadi karena mereka memahami Al Quran dan Assunnah dengan kemampuan akal yang disesuaikan dengan keinginan dan kepentingan kelompoknya”.

Dalam memahami Alquran dan Assunnah wajib merujuk kepada pemahaman dan penjelasan dari Salaful Ummah. Salaful Ummah adalah para shahabat Nabi SAW yang betul-betul paham maksud Al Quran dan Assunnah karena merekalah yang langsung mendengar dari Rasulullah SAW

Kita harus sesuai dengan pemahaman mereka karena mereka dan orang-orang yang mengikuti pemahaman mereka, telah diridlai oleh Allah SWT.

Firman Alloh dalam surat At-Taubah ayat 100 “Generasi pertama dari kalangan shahabat Muhajirin dan Ashor serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridla kepada-Nya”.

Sabda Rosululloh SAW : “Sesungguhnya barang siapa yang masih hidup sepeninggalku nanti,ia akan melihat perbedaan prinsip yang banyak sekali, untuk itu wajib bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, peganglah erat-erat dan gigitlah dengan gigi geraham dan jauhilah perkara baru dalam agama, karena setiap perkara baru dalam agama itu bid’ah dan setiap bidah itu sesat.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud no: 4607).

1.

Larangan Memberontak dan Kewajiban Mentaati Penguasa Muslim yang Sah dalam hal yang ma’ruf (benar)

Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul dan Ulil Amri (pemimpin/penguasa muslim)…” Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan maksud ayat ini sebagai berikut: “Allah memerintahkan untuk taat kepada Ulil Amri, mereka adalah pemimpin negara, hakim atau mufti (ahli fatwa). Karena urusan agama dan dunia tidak akan berjalan dengan baik melainkan dengan cara taat dan tunduk kepada Ulil Amri sebagai wujud taat kepada perintah Allah dan dalam rangka mengharap pahala dari-Nya. Akan tetapi dengan syarat penguasa tidak memerintah kita untuk berbuat maksiat. Bila diperintah untuk maksiat maka tidak ada ketaatan sedikitpun kepada makhluk untuk bermaksiat kepada Al-Khaliq. Barangkali inilah rahasia tidak disebutkannya fi’il amr (kata perintah) ketika Allah memerintahkan untuk taat kepada Ulil Amri dan sebaliknya disebutkan fi’il amr ketika memerintah untuk taat kepada Rasul-Nya. Karena beliau hanya memerintah untuk mentaati Allah, sehingga barang siapa yang mentaati beliau sama saja dengan mentaati Allah Ta’ala. Adapun Ulil Amri baru ditaati bila tidak memerintah untuk bermaksiat.”

0 komentar:

Aku Cinta Indonesia...

Thank You Myspace Comments